Detik-detik Wafatnya KH. Basori Alwi Murtadho, Sang Guru al-Quran, Pengasuh Pesantren Ilmu Al-Quran (PIQ) Singosari Malang

Riwayat ini disarikan secara tak langsung dan sederhana, berdasarkan penuturan (Sambutan) Gus Abdullah Murtadho, cucu beliau, pada acara Tahlil ke-1 KH. Basori Alwi Murtadho, hari Selasa, 24 Maret 2020 di Pesantren Ilmu Al-Quran Singosari Malang. (jika ada kesalahan redaksi, mohon kritik dan sarannya)
Beliau (Gus Murtadho), mengawali cerita akhir hayat KH. Basori Alwi dengan menyambung lidah dari ceramah sebelumnya dari Habib Hadi AlKaff tentang musibah covid-19 di Indonesia. Sebulan yang lalu, sepulangnya beliau dari acara haul di Kalimantan, beliau menghadap kepada Abah Kyai. “Abah.., alhamdulillah saya pulang dengan selamat dan acara di sana berjalan dengan lancar”. Kemudian, Abah bersyukur dengan hal itu. Lalu Kyai berkata, “Dho, kayaknya tahun ini saya tidak ditakdirkan bisa berangkat umroh, tapi gak apa-apa, karena justru saya dapat dua kebahagiaan. Satu, pahala sudah niat umroh. Dua, uang saya tidak berkurang dan bisa dipakai untuk amal lain, bersedekah untuk bangun masjid”. Gus Murtadho sambil tersenyum merespon Kyai, “Nggeh, Abah, ya mau gimana lagi”. Abah memang berencana untuk berumroh pada bulan ramadhan tahun ini jika ada rejeki, bersama Gus Murtadho, Gus Faiz, dan Gus Miqdad. Dulu, pada awal Gus Murtadho mulai aktif mengajar, antara tahun 2009-2015, beliau sempat bertanya pada Abah. Kala itu, di dalam mobil, saat perjalanan pulang dari arah Pasuruan. Beliau bertanya, “Abah… bagaimana cara mengajar yang bagus seperti Abah, kok banyak sekali santri Abah yang sukses”. Dijawab oleh Abah Kyai, “kalau mengajar saja, ya ndak cukup, kamu harus mendoakan muridmu”. Gus Murtadho bertutur, bahwa setiap malam, Abah dalam tahajjudnya, selalu memperlama sujudnya, dalam rangka untuk mengingat semua anaknya, keluarganya, dan semua murid-muridnya serta mendoakan mereka dalam sujud itu. Istiqomah itu selalu dijalankan tiap malam tanpa pernah putus, kata Gus Murtadho. Masyaallah, ternyata inilah yang membuat kenapa semua santri KH. Basori Alwi Murtadho banyak yang sukses dalam hidupnya. Abah Kyai mulai mengalami fase kritis semenjak hari Jumat, 2 minggu yang lalu (13 Maret 2020). Sempat dirawat di rumah sakit sebanyak dua kali. Pertama kali, masuk ruang ICU, didiagnosis mengalami pembengkakan jantung koroner. Lalu dipindah ke ruang kamar perawatan. Kali kedua, pada hari Sabtu 21 Maret 2020, Abah kembali dibawa ke rumah sakit sebab kondisinya menurun. Namun pada hari Senin pagi sudah kembali pulang untuk dirawat jalan di rumah oleh cucunya yang juga seorang dokter, dr. Emiral Muhammad. Gus Murtadho termasuk salah satu keluarga yang paling istiqomah berada di sisi Abah Kyai. Seluruh keluarga merasa tersadar dengan perhatian Abah terhadap sholat berjamaah di saat kondisi kritis beliau. Betapa Abah tidak pernah lupa sedikitpun untuk sholat berjamaah, bahkan justru beliau lah yang secara tidak langsung menegur dan mengingatkan orang-orang di sekitarnya untuk sholat. Kala itu, waktu maghrib, Abah melakukan sholat berjamaah dengan Gus Faiz sebagai makmum, dengan niat “imaman lillahi ta’ala”. Gus Faiz berbuat demikian semata untuk “idkholus surur” (menyenangkan) terhadap Abah. Setelah sholat, Abah Kyai berstirahat sebentar, lalu bertanya pada Gus Murtadho, “Apa aku sudah sholat maghrib”, dan dijawab “Sudah, Abah”. Abah pun bertanya lagi, “Apa sudah isya’..”, lalu dijawab, “Belum, Abah”. Maka beliau pun kembali beristirahat dan terlelap sejenak. Tak lama, sekitar 10 menit kemudian, Abah terbangun dan bertanya lagi, “Apa sudah isya’…”, lalu dijawab oleh Gus Murtadho, “Sudah, Abah”. Maka, Abah pun melakukan sholat berjamaah isya’. Lisaanul hal afsohu min lisaanil maqool. Demikian maqolah yang menurut Gus Murtadho benar-benar terasa begitu nyata tanpa rekayasa. Masyaallah, perilaku Abah ini lah, yang sangat efektif menggugah kesadaran para anak cucu keluarga beliau untuk tidak pernah meninggalkan sholat berjamaah. Ketimbang menegur langsung orang lain dengan kata-kata, akhlak beliau dalam menjawab perintah sholat, sungguh langsung merasuk ke dalam hati dan mampu menyemangati orang sekitarnya untuk berusaha sekuat tenaga selalu melaksanakan sholat dengan berjamaah, dalam kondisi sehat maupun sakit. Pada hari Jumat, 2 minggu yang lalu itu, Gus Murtadho sudah berjaga-jaga terkait kondisi Abah KYai yang memang selalu naik turun, dengan melatih bacaan talqin. Kondisi Abah memang cukup susah diprediksi. Terkadang Abah begitu lemas, namun selang beberap saaat tiba-tiba Abah bertenaga. Seperti pernah terjadi di waktu umroh tahun lalu. Waktu itu, kondisi Abah drop (menurun), lalu selang beberapa waktu kemudian, Abah kembali bertenaga. Saat awal-awal mentalqin pada umroh itu, Gus Murtadho langsung mencoba dengan kalimat yang agak sedikit panjang, Allah, sebanyak 3 kali. La ilaha illa Allah. Sampai lafadz ini, ternyata Kyai meneruskannya sendiri dengan kalimat Muhammadur Rasulullah. Gus Murtadho pun melanjutkkan talqin, dengan membacakan lafadz Kalimatu haqqin, alaiha nahya wa alaiha namut, wa alaiha nub’atsu insyaallahu ta’ala minal aminin. Demikian lafadz talqin yang dituntunkan Gus Murtadho tiap kali mendapati kondisi Abah mengkhawatirkan. Di Jumat 2 pekan sebelumnya itu, Gus Murtadho kembali mentalqin Abah. Diawali dengan lafadz pendek, Allah, lalu diteruskan hingga selesai, asalkan Abah sanggup untuk mengikuti seluruh bacaannya. Ternyata, Kyai pun sanggup menirukan hingga lengkap. Di hari Senin, 23 Maret 2020, kembali Gus Murtadho mentalqin seperti yang dilakukan sebelumnya, namun mulut Abah terasa semakin berat, sehingga tidak sanggup menirukan talqin sampai akhir, hanya sampai lafadz “Kalimatu”. Dikisahkan, saat berada di rumah sakit, tanpa diduga sedikitpun, pernah didapati Abah Kyai berucap dengan suara lantang seperti berteriak “Allahumma sholli ala Muhammad” sebanyak 3 kali. Tak pelak, para keluarga pendamping pun terkejut haru. Lalu, Gus Murtadho dengan wajah tersenyum bahagia menghampiri Abah Kyai lalu berucap, “Abah sudah rindu dengan Nabi Muhammad nggeh”. Senin itu, antara jam 11 sampai jam setengah 1, sekitar waktu duhur, Abah Kyai mengalami batuk, sebab penyakitnya yang sudah semakin menggerogoti. Firman Allah swt dalam surat Yasin ayat 68, “Wa man nu’ammir hu fil kholqi”. Allah swt memang menciptakan makhluknya dengan seimbang. Dengan umur yang semakin banyak, tentu Allah swt mengurangi sedikit demi sedikit kemampuan tubuh makhluknya. Setelah batuk, Gus Murtadho mendengar ucapan Abah secara lirih yang berkata, “Kabeh mlebu suargo” (Semuanya akan masuk surga) sebanyak dua kali. Sesaat kemudian, terucap lah kalimat ketiga yang hampir serupa tapi tak sama, karena terdengar lebih lantang suaranya, yaitu “murid-muridku kabeh mlebu suargo” (semua murid-muridku akan masuk surga). Gus Murtadho bersama keluarga terkejut bahagia mendengar kalimat terakhir Abah tersebut. Padahal hampir selama masa kritis, Abah sering tidak sadar dalam berkomunikasi selain kalimat tauhid dan dzikir, namun ternyata kata-kata terakhir yang terucap dari mulut beliau, justru doa untuk muridnya. Betapa cintanya Abah terhadap muridnya, bahkan hingga sampai akhir hayatnya hanya muridnya lah yang Abah ingat.
Seperti biasa, dhuhur hari Senin itu, 23 Maret 2020, Abah Kyai tetap istiqomah sholat berjamaah. Tutur Gus Murtadho, sejak dhuhur itu, Abah mulai mengalami naza’ (fase sakarotul maut). Maka, Gus Murtadho pun kembali mentalqin Abah, namun hanya mampu diikuti sampai pada kalimat “kalimatu”. Demikian berlalu, hingga akhirnya waktu menunjukkan pukul 15 sore dan masuk waktu ashar, keluarga beliau pun seakan kembali bersiap untuk sholat ashar berjamaah dengan Abah Kyai. Namun, takdir berkata lain. Bersama-sama dengan anggota keluarga yang lain, Gus Murtadho menyaksikan bagaimana terangkatnya ruhul jasad dari tubuh Kyai. Seketika itu, Gus Murtadho memanggil cucu Abah, dr. Emil, untuk memastikan kondisi tersebut. Tak lama, cucu tersebut pun memastikan bahwa Kyai telah berpulang ke haribaan Ilahi Robbil Izzati, Allah swt. Innalillahi wa inna ilaihi roji’un. KH. Basori Alwi Murtadho telah kembali ke pelukan Allah swt dan Rasulullah swt yang sudah teramat rindu dengan Abah. Semoga kisah ini memberikan banyak pelajaran dalam hidup kita di masa yang akan datang, yaitu senantiasa memegang teguh ajaran dan syariat Islam Ahlussunnah wal Jamaah dalam kondisi apapun dan bagaimanapun.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rumus Pukulan Terbang (Rebana) Al Banjari